Dehumanisasi Harus Diberangus, Sutradara The Zone of Interest Soroti Kondisi Gaza
Pada saat itu, pasti ada saat-saat ketika kalimat ayahnya terngiang-ngiang di kepalanya, saat topik tersebut tampak begitu menakutkan, sehingga menyerah dan membiarkannya membusuk sepertinya menjadi pilihan terbaik. “Saya memiliki hubungan yang sangat aneh dengan proyek ini sejak awal,” kata dia.
“Ini adalah jalan yang saya lalui dan saya tidak dapat menahan diri untuk melewatinya, namun pada saat yang sama saya siap untuk mundur dari jalan tersebut kapan saja. Saya hampir ingin menabrak tembok sehingga saya bisa berbalik dan berkata, ‘Tahukah kalian? Saya sudah mencoba dan saya tidak bisa melakukannya’. Saya hampir ingin hal itu terjadi,” papar Glazer.
Hasil akhirnya, ini menjadi sebuah film yang berani, eksperimental secara formal dan dengan sudut pandang yang hampir terpisah secara klinis. Terutama diambil dengan kamera tersembunyi, The Zone of Interest berkonsentrasi pada kehidupan rumah tangga keluarga Höss (Rudolf, istrinya, Hedwig, dan kelima anak mereka), yang rumahnya terletak tepat di luar batas kamp konsentrasi, kengerian di dalamnya tampak dalam sekilas dari cerobong asap.
Yang lebih mengganggu, adalah suara bising industri serta teriakan dan tangisan manusia yang hampir konstan terdengar. Ini adalah film yang meresahkan, sebuah studi tentang disonansi kognitif yang ekstrem. Pengambilan gambar dilakukan di Auschwitz, di mana setelah mendapatkan izin dari pengawas museum di lokasi tersebut, tim Glazer mengambil alih sebuah rumah kosong di luar perimeter kamp.
Dengan menggunakan foto-foto arsip dan kesaksian para penyintas, Glazer dengan cermat membuat ulang vila keluarga Höss tinggal selama hampir empat tahun. Berbeda dengan film-film lain tentang Holocaust, The Zone of Interest berfokus pada para pelaku dibandingkan korbannya. Glazer mengatakan, ini bukan tentang mengkaji ideologi Nazi, melainkan sesuatu yang lebih dalam mengenai kemanusiaan.
“Anda harus mencapai titik di mana Anda memahami (ideologi) sampai batas tertentu agar dapat menulisnya, tapi saya benar-benar tertarik untuk membuat film yang menyelami dasar-dasar primordial dari semuanya. Di mana perasaan kita adalah hal dalam diri kita yang mendorong semuanya, kapasitas untuk melakukan kekerasan yang kita semua miliki,” ujar Glazer.