Bitch and Rich, Anak Orang Kaya Yang Leluasa Merundung di Sekolah
Seperti yang terjadi baru-baru ini, geng dari Binus International School Serpong merundung beberapa orang anak sebagai ajang pembuktian diri. Kasus tersebut melibatkan anak musisi Vincent Rompies, dan korbannya sampai harus dilarikan ke rumah sakit.
Tidak hanya menyoroti kasus perundungan, murid biasa yang harus ‘menjilat’ murid dengan kasta tertinggi untuk bisa masuk dalam circle, juga masih menjadi fenomena gunung es di masyarakat. Misalnya di Indonesia ada istilah panjat sosial atau pansos, agar nama seseorang bisa tersemat dalam sebuah kelompok yang diakui.
Banyak sekali anak muda terutama yang akrab dengan dunia malam, melakukan pansos dengan cara masuk lewat sebuah pesta. Jika berhasil, kehidupan mereka akan aman dalam segala aspek dan bonusnya adalah jadi ikut terkenal.
Lalu media sosial yang menjadi tolak ukur kesuksesan anak muda, juga digambarkan dalam "Bitch and Rich". Ketika Hye In berpura-pura menjadi anak orang kaya untuk mengisi konten Instagram miliknya, hal itu berhasil menggaet banyak followers dan likes. Tetapi secara tidak langsung, itu malah membentuk mentalnya menjadi lebih kuat lagi.
Haruskah seseorang berpura-pura kaya atau bahagia padahal sebenarnya tidak? Bagaimana dengan istilah ‘fake it till you make it’? Hal yang dilakukan Hye In bisa dikategorikan tidak pas karena sudah masuk ke tahap penipuan publik dan tersebar di media sosial.
Tetapi berharap dan bermimpi bisa menjadi orang kaya seperti yang dibayangkan dan tetap terlihat kuat dalam perjuangan meraihnya, itu merupakan hal yang tidak masalah. Christine Carter yang merupakan penulis The New Adolescence: Raising Happy and Successful Teens in an Age of Anxiety and Distraction, menyebut terkadang kita sebaiknya tersenyum saja, meskipun kita tidak ingin melakukannya.
Meski terdengar sangat dipaksakan, ada ilmu pengetahuan yang kuat yang mendukung anggapan bahwa hal ini sebenarnya akan membuat diri merasa lebih bahagia. Ekspresi wajah saja, tanpa terlebih dahulu merasakan emosi yang bersangkutan, sudah cukup untuk menciptakan perubahan nyata pada sistem saraf otonom.
Jadi terkadang, berpura-pura adalah bentuk doa, yang diharapkan suatu saat bisa terwujud. Apalagi yang dilakukan Hye In juga malah membangkitkan semangatnya untuk suatu saat bisa meraih kesetaraan.